PRILAKU MIGRASI PADA BURUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Burung
merupakan sumber plasma nutfah yang memberikan kekayaan tersendiri bagi
kekayaan fauna di Indonesia. Sebagai salah satu satwa yang mudah dilihat dan
dinikmati suaranya, banyak jenis burung diminati dan dicari manusia untuk
ditangkap dari alam dan dipelihara. Kegiatan tersebut sangat berpengaruh
terhadap kondisi penurunan jumlah jenis dan populasi burung di alam.
Salah
satu usaha untuk melestarikan potensi jenis burung dengan melakukan pengamatan
secara kontinu untuk memonitor jenis-jenis mana yang mudah dijumpai dan yang
mulai sulit dijumpai. Sehingga keberadaan jenis burung akan selalu termonitor
dari tahun ke tahun. Salah satunya adalah pemantauan burung-burung migrant.
Burung
termasuk dari salah satu satwa yang melakukan migrasi, hal ini ditunjang dari
kondisi morfologi yang memungkinkan burung lebih mudah melakukan migrasi
dibandingkan dengan satwa lainnya. Migrasi pada burung telah diketahui secara
intensif sejak 50-60 tahun yang lalu (Alikondra,1993).
Burung
mulai bermigrasi di waktu yang sama setiap tahun. Keberangkatan burung untuk
bermigrasi dipengaruhi oleh interaksi kompleks dari ransangan luar (termasuk
cuaca) dan penanggalan biologis yang memungkinkan burung mengetahui perubahan
musim (Peterson,1986)
Peristiwa
migrasi burung itu sendiri terjadi secara rutin. Jika kita mengamati siklus
migrasi di jalur migrasi Asia Timur maka burung air imigran ini berbiak di Asia
Utara saat belahan bumi utara mengalami musim panas. Dan mengalami perjalanan
jauh menuju bumi selatan pada saat mendekati musim dingin di belahan bumi
utara. Mereka terbang banyak melintasi Negara di kawasan Asia Timur pada bulan
Agustus – Nopember dan tinggal di belahan bumi selatan yang lebih hangat
iklimnya. Mereka tinggal 8 bulan sebelum mereka kembali ke utara yang sudah
mulai hangat di bulan Maret – Mei untuk berbiak (Rudyanto,1996).
Burung.buruing
dalam melakukan migrasi dapat mencapai jarak tempuh yang sangat jauh sehingga
memerlukan energy yang cukup banyak. Burung ini pada umumnya menyimpan cadangan
berbentuk lemak yang disimpan didalam tubuhnya. Burung pada umumnya berhenti
untuk beristirahat dan mencari makan disuatu tempat dalam beberapa saat guna
mendapatkan makanan dan menyimpanya sebagai cadangan makanan dalam bentuk
lemak.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang yang sudah dipaparkan
adalah :
1. Bagaimana
pola aktivitas pada burung saat melakukan migrasi ?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan yang diharapkan adalah :
1. Untuk
mengetahui pola aktivitas pada burung saat melakukan migrasi.
2. Untuk
mengetahui jarak edar burung.
1.4 Manfaat
Manfaat
yang diperoleh adalah mengetahui aktivitas dan perilaku migrasi pada burung.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Burung
Burung merupakan hewan bertulang belakang
(vertebrata) dan berdarah panas seperti hewan menyusui lainnya, tetapi
sebenarnya burung lebih berkerabat dengan reptile, yang mulai berevolusi
sekitar 135 juta tahun yang lalu. Semua jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip fosil burung yang pertama
yaitu Archaeopteryc.
Burung masa kini berbeda dengan reptile karena
berkembangnya bulu yang mempengaruhi daya terbang. Reptile sperti Pterasaorus
sudah mempunyai daya terbang yang kuat tetapi hanya mengandalkan bentuk sayap
yang panjang dan berselaput. Mulanya sayap burung yang lebar hanya digunakan
untuk melayang dan baru digunakan untuk terbang yang sebenarnya setalah bulu
sayapnya berkembang semakin lebar, ringan dan tersusun rapat. Bulu merupakan
keberhasilan burung, tidak hanya memberikan daya terbang tetapi juga memberikan
kehangatan dalam memelihara suhu badan. Modifikasi bulu burung saat ini ada
yang berubah fungsi yang mempunyai lapisan kedap air, sebagai alat perasa, berwarna
cerah atau berburik-burik untuk menyamar dan memikat. Karena sayap dipakai
untuk terbang, burung kehilangan fungsi tangan dan menjadi makhluk hidup
berkaki dua. Selain itu tulang burung berevolusi menjadi berongga berisi udara
dan lebih ringan, tulang punggungnya menjadi lebih pendek dan menyatu, paruhnya
terbentuk dari zat tanduk yang ringan dan tidak bergigi, dibandingkan dengan
rahang bergigi dari tulang yang berat pada reptile nenek moyang mereka.
Keberadaan burung sangat dekat dengan manusia,
merupakan hewan yang mudah dikenal diantara hewan-hewan lainnya karena burung
dijumpai aktif sepanjang hari dan mudah dilihat. Keanekaragaman bulu dan suara
burung dapat menarik perhatian manusia sehingga beberapa jenis burung dianggap
memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Pola sebaran Burung
Factor-faktor yang mempengaruhi
distribusi burung (Berger,1961 dalam Sukmantoro, 1995) yaitu :
a. Waktu
dan geologi
b. Penghalang
fisik
c. Mobilitas
d. Kebutuhan
akan lingkungan
e. Toleransi
ekologi
f. Factor-factor
psikologis
Burung
tersebar disemua benua, lautan, dan hamper seluruh kepulauan. Penetrasi
burung-burung tersebut mencapai artik dan antartika termasuk daerah permukaan
laut sampai pegunungan. Dengan mempertimbangkan kemampuan terbang, mereka
mempunyai kemampuan penyebaran geografi dan habitat yang luas (Storer, 1961)
Di
seluruh kawasan Jawa, jumlah total dari jenis burung yang tercatat adalah 494
jenis, 366 diantaranya adalah jenis penetap dan 128 lainnya sebagai pengunjung
/ pengembara (migrant). Daerah Jawa dan Bali mempunyai avifauna yang kaya,
terdapat hamper 500 jenis yang mewakili setengah dari suku burung di dunia
(MacKinnon, 1993). Sebanyak 24 jenis merupakan endemic Jawa, 16 jenis terbatas
di Jawa, 1 hanya terdapat di Bali dan 7 jenis terdapat di keduan pulau
tersebut.
Burung
menempati setiap habitat dari khatulistiwa sampai daerah kutub. Ada burung yang
hidup di daerah hutan, padang terbuka, daerah gunung, burung air, burung yang
menjelajahi samudra dan ada yang hidup di gua. Burung ditemukan dimana-mana
antara lain hutan serta kolam-kolam yang terdapat ikan, serangga dan
invertebrate (MacKinnon, 1993)
Beberapa
jenis burung tinggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak jenis yang
bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan
perubahan musim. Migrasi umumnya antara bagian Utara dan Selatan bumi yang
disebut Latitudinal. Pada musim panas burung-burung bergerak ataui tinggal
didaerah sedang dan daerah-daerah sub artik dimana terdapat fasilitas-fasilitas
untuk makan dan bersarang, serta kembali ke daerah tropic untuk beristirahat
selama musim salju. Beberapa spesies burung melakukan migrasi altitudinal yaitu
ke daerah-daerah pegunungan selam musim salju dan ini terdapat di Amerika Utara
bagian barat (Murad,1993).
Luas
pergerakan dan jarak tempuh burung berbeda pada setiap jenis. Beberapa jenis
menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati
daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang lingkup pergerakan yang lebih luas.
Cirri-ciri
burung :
a. Bentuk,
setiap jenis burung mempunyai bentuk paruh, ekor, sayap, kaki dan leher yang
bisa dibedakan dengan jelas terhadap jenis lainnya. Jenis-jenis burung yang
mempunyai bentuk hamper sama dikelompokan oleh para ahli burung kedalam family atau
suku yang sama.
b. Ukuran,
untuk mempermudah menentukan ukuran burung yang kita lihat, kita dapat
membandingkan dengan ukuran burung yang sudah biasa kita temui.
c. Postur
tubuh
d. Perilaku,
beberapa kelompok jenis burung memiliki perilaku yang khas. Misalnya jalak yang
hanya berjalan diatas tanah, sementara kucica lebih sering melompat-lompat saat
di tanah.
e. Field
Marcks, setiap jenis burung memiliki pola warna dan tanda-tanda yang khas bagi
jenis atau jenis kelompok tertentu. Untuk mengetahui hal ini secara lebih baik,
terlebih dahulu memahami bagian-bagian tubuh dari burung. Misalnya lingkaran
mata, garis mata, strip mata, jambul, pola sayap, garis pada sayap dan tanda di
ekor.
f. Warna,
walupun warna kadang berguna dalam identifikasi burung, biasanya lebih baik
bila diidentifikasi dititikberatkan pada petunjuk lain. Seperti bentuk, postur,
dan perilaku. Hal ini disebabkan karena warna burung kadang-kadang berubah-ubah
akibat permainan cahaya dan sudut pandang pengamat. Selain itu perubahan warna
burung dipengaruhi pula oleh umur, jenis kelamin, dan musim. Sebagian besar
burung air mengalami perubahan warna bulu saat musim kawin (breeding). Banyak
jenis burung yang memiliki warna berbeda antara jantan dan betina.
2.2
Migrasi
Kata
migrasi diturunkan dari kata migrat (latin) yang berarti pergi dari satu tempat
ke tempat lainnya atau juga bermakna bepergian ke berbagai tempat (Peterson,
1986). Migrasi dalam kehidupan hewan dapat didefinisikan sebagai pergerakan
musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan
kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi
dating dan kembali ke daerah perkembangbiakan (Alikondra, 1990).
Diantara penanggalan biologis
tersebut terdapat kelenjar endokrin, alat yang dapat merangsang burung jantan
untuk bernyanyi dan burung betina untuk bertelur. Burung mengalami perubahan
biologis berhubungan dengan reproduksi disaat sebelum dan sesudah musim
bersarang, sehingga kelenjar endokrin menjadi sangat aktif. Dalam periode
inilah burung bermigrasi (Peterson, 1986).
Penanggalan biologis yang diatur
oleh ransangan dari luar dapat menyiapkan burung untuk bermigrasi, tetapi saat
yang paling tepat untuk memulai bermigrasi ditentukan oleh cuaca. Semua factor
lain dapat memungkinkan keberangkatan, tetapi migrasi jarak jauh biasanya
menunggu kondisi terbang yang baik. Burung memerlukan angin yang sesuai agar
dapat membantu pergerakan selama perjalanan. Banyak burung-burung migrant
berjuang dalam keadaan yang paling tidak aman untuk mencapai tujuannya
(Peterson, 1986).
Selama penerbangan jauh yang
berbahaya dari tempat asal ke tempat tujuan, burung menggunakan berbagai macam
kemampuan untuk menentukan arahnya. Burung dapat menentukan arah terbangnya
dengan cepat dalam berbagai keadaan, seperti siang hari, malam hari, cuaca
mendung, maupun cuaca berkabut. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah oleh
burung selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan
pola bintang pada malam hari. Selain itu pedoman lain yang dipakai adalah
penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, kemampuan
untuk mendeteksi variasi gravitasi, dan gaya Coriolis (Mead, 1983).
Migrasi merupakan pola adaptasi
perilaku yang dilakukan oleh beberapa jenis satwa liar. Migrasi dilakukan jika
memang diperlukan. Pola migrasi yang dilakukannya pun berbeda setiap jenis
satwa, tergantung pada keadaan, waktu, dan berbagai penyebab keadaan yaitu
alimental, gametik, dan klimatik (Orr, 1970).
Alimental merupakan kegiatan makhluk
hidup untuk mendapatkan makanan atau bahan-bahan untuk pertumbuhan, sedangkan
gametik merupakan pola migrasi yang dilakukan satwa kembali ke daerah
perkembangbiakannya dan setelah selesai bereproduksi maka akan kembali secara
alimental. Migrasi karena klimatik berhubungan dengan perubahan musim pada bumi
belahan utara maupun selatan sehingga menuntut satwa berpindah untuk
mempertahankan hidupnya, baik dingin maupun panas.
Migrasi dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu migrasi musiman dan migrasi harian. Migrasi musiman biasanya
berhubungan dengan perubahn iklim. Migrasi ini dapat dilakukan menurut garis
lintang, ketinggian tempat maupun secara local, sedangkan migrasi harian
disebut juga pergerakan harian karena beberapa satwa liar melakukan pergerakan
harian selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
BAB III
METODE PENULISAN
Metode
yang diterapkan dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kajian pustaka,
Metode kajian pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari
literatur, media cetak maupun media internet yang relevan yang dapat memberikan
informasi dalam pembuatan tulisan ini.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Migrasi Pada Burung
Perilaku migrasi pada burung terjadi dipengaruhi oleh
banyak factor yaitu perubahan musim serta burung bermigrasi untuk mencari
makan. Migrasi membutuhkan keahlian khusus seperti penentuan arah, cadangan
makanan, dan kemampuan untuk terbang dalam jangka waktu yang lama. Hewan yang
tidak memiliki ciri-ciri di atas tidak mungkin dapat berubah menjadi hewan
migran, atau hewan yang melakukan migrasi. Burung memiliki jam tubuh yang
membantu mereka mengetahui waktu, bila mereka berada dalam lingkungan tertutup,
dan membedakan perubahan musim.
Burung
migran tidak memulai perjalanan migrasinya dari tempat yang sama. Ketika saat
bermigrasi tiba, masing-masing burung berada di tempat yang berbeda. Pada
sebagian besar spesies, pertama-tama mereka berkumpul di tempat tertentu untuk
kemudian bermigrasi bersama.
Burung
menggunakan banyak energi saat terbang. Oleh karena itu, mereka membutuhkan
lebih banyak sumber energi daripada hewan darat maupun hewan laut. Misalnya,
untuk terbang sejauh 3.000 km antara Hawaii dan Alaska, burung kolibri (yang
memiliki bobot beberapa gram) harus mengepakkan sayap sebanyak 2,5 juta kali.
Meskipun begitu, mereka dapat tetap berada di udara selama 36 jam. Kecepatan
rata-rata selama melakukan perjalanan ini kurang lebih 80 km/jam. Selama
melakukan penerbangan seberat ini, jumlah asam dalam darah bertambah secara
berlebihan, dan burung dapat pingsan akibat suhu tubuh yang meningkat. Beberapa
burung menghindari bahaya ini dengan mendarat. Dalam keadaan seperti ini,
burung mengembangkan sayap selebar-lebarnya, dan dengan beristirahat dalam
keadaan tersebut, suhu tubuhnya turun.
Burung
migran memiliki sistem metabolisme tubuh yang kuat agar dapat melakukan
aktivitas yang berat ini. Misalnya, aktivitas metabolisme pada burung kolibri,
burung migran terkecil, dua puluh kali lebih kuat daripada aktivitas
metabolisme gajah.
4.2
Teknik Terbang Burung Pada Saat Migrasi
Burung melakukan migrasi memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan angin dalam penerbangan mereka. Misalnya, burung bangau dapat
terbang hingga ketinggian 2.000 m dengan mengikuti arus udara panas, lalu
meluncur dengan cepat menuju arus udara panas berikutnya tanpa harus
mengepakkan sayap.
Teknik
terbang lain yang biasa dilakukan sekelompok burung adalah formasi "V".
Pada teknik ini, burung yang besar dan kuat berada paling depan sebagai perisai
melawan arus udara dan membuka jalan bagi burung lain yang lebih lemah, dengan
pengaturan seperti ini, secara umum kelompok tersebut dapat menghemat energi
hingga 23%.
Selagi
bermigrasi, burung harus memperhatikan gejala atmosferis. Misalnya, mereka
mengubah arah untuk menghindari badai yang mendekat. Beberapa jenis burung
dapat mendengar bunyi yang berfrekuensi sangat rendah, yang tersebar jauh dalam
atmosfer. Oleh karena itu, burung migran dapat mendengar terbentuknya badai di
gunung pada kejauhan atau halilintar di atas samudra yang berjarak ratusan
kilometer di depan. Selain itu, telah diketahui pula bahwa burung dikenal
berhati-hati dalam menentukan rute migrasinya, mereka akan menghindari daerah
dengan kondisi atmosfer yang berbahaya.
4.3 Penentuan Arah
Terhadap Perilaku Migrasi Pada Burung
Burung
memiliki sistem reseptor magnetik yang maju, yang memungkinkan mereka
menentukan arah dengan menggunakan medan magnet bumi. Sistem ini membantu
burung menentukan arah dengan merasakan perubahan medan magnet bumi selama
migrasi. Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa burung migran dapat merasakan
perbedaan medan magnet bumi sebesar 2%.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perilaku
pada kelompok burung yang melakukan migrasi dipengaruhi oleh banyak factor,
factor-faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku tersebut dalam proses
penentuan arah, daya terbang, hingga proses perkembangbiakan. Factor-faktor
tersebut ialah waktu dan geologi, penghalang fisik, mobilitas, kebutuhan akan
lingkungan, toleransi ekologi, factor-factor psikologis.
5.2 Saran
Perlu
ditingkatkan penelitian terhadap perilaku migrasi pada burung serta mengamati
keanekaragaman jenis burung-burung migrant.
Daftar Pustaka
Arsya,Alamsyah. 2011. Migrasi Pada Burung. Terdapat pada :
http:// blog.bukukita.com
diakses
pada tanggal 12 Desember 2011
Bama. 2011. Konservasi Monitoring Burung
Migrant. Terdapat pada :
Dunn, E.H., et.all. 2006. Monitoring Bird Population in Small Geographic Areas.
Canada Minister of
Environment.
McKinnon, J., et.all. 2000. Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan
Kalimantan. Birdlife International
diakses pada tanggal 12
Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar