berhenti mengecam kegelapan .. nyalakan lilin .

Ini negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu :) #indonesiamengajar

Sabtu, 31 Agustus 2013

tulus - S E P A T U :)


 kita adalah sepasang sepatu
selalu bersama tak bisa bersatu

kita mati bagai tak berjiwa
bergerak karena kaki manusia

aku sang sepatu kanan
kamu sang sepatu kiri
ku senang bila diajak berlari kencang
tapi aku takut kamu kelelahan
ku tak masalah bila terkena hujan
tapi aku takut kamu kedinginan

kita sadar ingin bersama
tapi tak bisa apa-apa
terasa lengkap bila kita berdua
terasa sedih bila kita di rak berbeda
di dekatmu kotak bagai nirwana
tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
 cinta memang banyak bentuknya, mungkin tak semua bisa bersatu :) 

ahhh , haii orangelicious sdah lama tak bersua d sni .. hari ini penutup bulan Agustus lo .. bnyakk ceritaa d bulan Agustus .. salah satunyaa yaa kata SEPATU :) 
terima kasih untuk hari ini dan terkhusus untuk bulan ini , terima kasih untuk kado terindahnya , terima kasih untuk semuanya , terima kasihh untukk setiapp malaikat tak bersayap yang Tuhan Yesus kirimkan :)

Selasa, 20 Agustus 2013

#myBirthday

Its’a Brand Nu Day..It’s my Day..
I was born on the same date like this day..
Am I happy now when celebrating that???
I don’t think so but I always pray many wishes this night.. :)

Dalam rangka memberikan hadiah kepada diri sendiri. Saya terlalu percaya bahwa di dalam hidup, terkadang kita terlalu banyak menuntut orang lain memberikan hadiah kepada kita.

Bagaimana kalau sebaliknya, kau yang menjadi hadiah untuk dirimu sendiri, atau kau yang menjadi hadiah untuk orang lain.

Ketika saya menulis ini, tidak ada cemilan keju lagi yang tersisa, tidak ada stock kopi lagi di dapur. Hape pun mati. Tidak ada yang sempurna. Jauh-jauh hari sebelum saya berulang tahun, saya meminta untuk dikirimkan hujan saja. Jangan lupa dibungkus dengan pita warna-warni. Mereka pikir saya bercanda. Tidak, saya terlalu menginginkan hujan untuk turun di hari ulang tahun saya.

Itu adalah hadiah.

Berulang tahun dengan uang di dompet pas-pasan. Atau jauh dari keluarga bukanlah masalah besar. Belajarlah untuk mengalami kesendirian, karena biasanya disitu akan muncul karaktermu yang sebenarnya. Tidak ada permohonan yang spesial ketika saya berulang tahun.

Karena saya sudah cukup. Saya terlalu berharga.

Paling tidak untuk diri saya sendiri. Mungkin saat ini tidak ada pencapaian yang bisa kau ceritakan kepada orang lain. Kau masih bergumul untuk mencapai cita-citamu dalam diam. Kau masih belum masuk di hitungan siapa-siapa.

Tidak perlu juga. Kau tidak perlu menjadi sesuatu hanya untuk menyenangkan orang lain. Itu adalah penyimpangan. Lakukan apapun yang kau mau. Lakukan apapun yang kau suka. Lakukan itu dengan tertawa lebar.

Hari ini saya memasuki angka dua puluh dua. Angka istimewa. Bukan hanya hari ini, tetapi tiap hari selalu istimewa bagi saya. Semuanya bergantung kau mau merayakannya atau tidak, bukan?

Tadi malam sebelum tidur, saya hanya bercakap-cakap dengan diri saya sendiri? apa itu bertumbuh? apa yang kau ingin tambahkan ketika kau bertumbuh? kau ingin bertumbuh menjadi apa.

Tidak mau.

Saya tidak mau bertumbuh menjadi apa-apa atau siapa-siapa. Saya mau tetap menjadi saya. Saya mau tetap muda. Saya mau tetap istimewa. Tetapi maaf itu bukan untukmu.

Saya mau bertambah.

Itu adalah untuk diri saya sendiri. Bertambah dalam kesendirian, mengajarkan saya satu hal: apa saya percaya dengan diri saya sendiri? karena ini adalah modal dasar. Modal dasar untuk terbang lebih tinggi.

Hari-hari lelah dan menguras air mata, tetap akan saya hadapi kedepan. Itulah kenyataan hidup. Begitupun sebaliknya. Tidak perlu mengeluh, toh dengan mengeluh membuatmu semakin kurang sexy.

Mari angkat gelas, rayakan ketidaksempurnaan. Dan rayakan hujan yang mengguyur di luar.

#latepost 

Sabtu, 03 Agustus 2013

pura-pura :)

waktu kecil saya suka bermain pura-pura.

saya suka pura-pura tidur siang, padahal nanti saya berjinjit-jinjit keluar untuk bermain dengan teman-teman saya di kali dekat rumah, kemudian kembali lagi untuk tidur sebelum sore menjelang. orang tua saya mengira saya tidur siang, padahal tidak, saya “bermain” di sepanjang tidur saya.

saya suka pura-pura jadi “peragawati” dengan memakai baju kebesaran, sepatu orang dewasa, lipstik merah menyala, kemudian bergaya di depan kaca, seperti model betulan.

saya suka pura-pura jadi “mama” ketika main rumah-rumahan jaman dulu, saya melakukan semua pekerjaan yang dilakukan oleh wanita dewasa. pura-pura punya anak, pura-pura menyusui, pura-pura panggil “papa” kepada teman pria kecil saya, pura-pura memasak untuk anak-anak saya, pura-pura membagi uang kepada mereka, layaknya rumah tangga orang dewasa pada umumnya, saya ini anak perempuan kecil yang suka bermain “pura-pura”.

bukan hanya itu, saya juga suka pura-pura bermain pendekar. berpetualang dengan teman-teman kecil saya, membangun “rumah-rumah” dari daun-daunan.

saya suka pura-pura main “menikah.” yang ini biasanya aksesoris yang kita punya lengkap. dari mulai kain putih panjang, ikat kepala, bunga tangan, bunga yang akan dihamburkan, sampai soundtrack lagu pun bisa pura-pura diciptakan.

ketika saya bermain “pura-pura” saya selalu menjadi apa yang saya inginkan, apa yang ada di khayalan saya selalu menjadi nyata.

nah, sekarang setelah saya dewasa, bagaimana kalau kita bermain “menikah” walau hanya “pura-pura.”

“kau pakai dasi yang ini ya sayang.”

kau dan saya. pura-pura saja :)

Kamis, 01 Agustus 2013

Let me love you !

Jelas sekali ini adalah permohonan yang keluar dari hati yang paling dalam, ketika aku akhirnya bisa mengobrol denganmu. Begitu intim. Mataku bahas. Sesekali aku bernyanyi begitu keras. Ada masa dimana aku begitu jatuh cinta dengan—kemudian aku pergi meninggalkan begitu saja—terperosok begitu dalam.

Sebaliknya, cinta kepadaku tidak berubah. Dalam diam. Tidak berubah. Aku berubah—cinta tidak. Cinta itu seperti stuck. Cinta itu seperti selalu ada untukku. Cinta itu seperti seutuhnya adalah milikku. Hari ini ketika aku pulang setelah makan malam dengan beberapa teman, di seberang meja kami ada pasangan yang sedang bertengkar, aku memperhatikan mereka begitu lama.

Mungkin cinta juga begitu—membuat kita bertengkar, membuat kita adu mulut, membuat setiap cium itu hambar. Tapi cinta itu tetap di sana, ia begitu kuat. Ia ada di tengah pertengkaran mengintip tapi tetap di sana—setia. Cinta setia. Aku tidak setia. Cinta tidak berubah. Aku berubah. Malam ini aku pulang dan begitu senang, karena ada hal baru yang akhirnya aku pelajari tentang cinta: tidak ada yang terlalu sukar tentang kata itu.

Aku pulang lalu aku ingin sekali bertemu. Bercakap—aku ingin sekali mencinta kembali. Seperti pertama kali kita jatuh cinta, belikan aku bunga—kasih aku cium pertama. Aku bisa merasakan hangatnya nafas berhembus di pipiku—membuat pipiku memerah.

Begitulah cinta, ia buat segala sesuatu merah. Terima kasih untuk begitu sabar mencintai aku yang bandel ini. Aku yang labil. Aku yang keras kepala. Seharusnya dari dulu aku ini sadar bahwa ketika aku adalah kepunyaan: artinya cinta untukku itu begitu utuh. Tidak pernah setengah-setengah.

Jadi malam ini aku berdoa, begitu khusyuk. Tak sadar air mata berlinang di pipi yang dulu pernah kena cium—

Let me love You, Lord. 

*mulai sadar kepura-puraan itu sangat tidak enak,  walaupun rasanya seperti bir yang selalu membuat ketagihan ! rindu menyapa ketika komunikasi mulai tdak ada , rasa janggal pada saat bertemu dr biasanya mulai muncul perlahan.. jangan gantikan aku dengan sosok orang lain ! tolong ..

SEPASANG : )

Mungkin kita adalah sepasang mata. Kamu mata yang sebelah kiri dan saya mata yang sebelah kanan. Mungkin kita adalah sepasang tangan. Kamu tangan yang sebelah kiri dan saya tangan sebelah kanan.

Ketika mata yang satu melihat ke sebuah pandang—otomatis mata yang lain akan mengikutinya. Kalau tidak mata itu akan juling. Ketika tangan yang satu bekerja, tangan lainnya akan membantunya. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan dua—lebih sempurna—saya rasa begitu.

Mungkin kita adalah sepasang sepatu usang. Yang satu akan menangis ketika sol sepatu pasangannya lepas. Kita akan diletakkan di rak yang sama, berdebu, dan berdesakan dengan sepatu usang lainnya. Tapi kita akan saling mengenali bau sepatu masing-masing.

Mungkin kita adalah sepasang sendal jepit. Dipakai bersama. Apapun warna kita. Kita akan membuat pemakai kita nyaman dengan empuknya. Kita akan saling mencari ketika pasangannya hilang. Seperti jepit, kita memang ditakdirkan untuk saling mengait—satu dengan lainnya.

Mungkin kita adalah sepasang bulu mata. Kamu yang sebelah kiri dan saya yang sebelah kanan. Jika ada di antara kita yang jatuh di pipi. Itu adalah tanda kita saling mengangeni. Jika yang sebelah kena maskara, pastinya yang sebelah juga akan kena.

Mungkin kita adalah sepasang lubang hidung. Kamu yang sebelah kiri dan saya yang sebelah kanan. Jika yang lainnya tersumbat, terkena pilek. Yang lainnya pun ikut terganggu. Tidak bisa leluasa bernafas.

Mungkin kita adalah sepasang telinga. Kamu yang sebelah kiri dan saya yang sebelah kanan. Selalu butuh dua, supaya bisa mendengarkan bunyi dengan lebih jelas. Termasuk kata “I LOVE YOU” walaupun kata itu dikatakan sambil berbisik-bisik.

Mungkin kita adalah sepasang celana dalam dan beha. Kamu celana dalam. Saya beha. Ketika yang satu berwarna hitam lainnya juga ikut-ikutan berwarna hitam. Tak ada alasan lain, supaya lebih matching dan sexy saja.

Mungkin kita adalah sepasang kaki. Kamu yang sebelah kiri dan saya yang sebelah kanan. Yang satu tidak akan melangkah terlalu cepat—terlalu lambat—terburu-buru. Kita akan saling menunggu. Kita akan saling sabar. Kita akan saling beriringan.

Mungkin kita adalah sepasang ... (kamu bisa melanjutkannya)—ketika diciptakan sepasang,  sudah seharusnya saya mengenalmu sebagai bagian di tubuh—hati saya yang sudah lama pergi. Ketika diciptakan sepasang, diberkatilah hari saya dan kamu dipertemukan. Ketika saya dan kamu diciptakan sepasang—saya bersyukur bahwa itu kamu dan bukan orang lain.

Ketika saya dan kamu diciptakan sepasang—saya begitu penasaran, hendak melayangkan banyak pertanyaan kepada pencipta. Tetapi yang keluar dari mulut saya hanya dua kata,

“Terima Kasih”

Dan hey, bukankah kata itu sepasang :)