berhenti mengecam kegelapan .. nyalakan lilin .

Ini negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu :) #indonesiamengajar

Selasa, 08 Mei 2012

Kearifan Lokal :)


FABRIC WEAVING AND BINDING UTAN LIPPA  LOCAL WISDOM SIKKA CULTURE

By :
Laurensia Nancy Verawaty
( Biology Education Studies Program, University of Mahasaraswati Denpasar )


ABSTRACT
Sikka community have uniqueness social cultural life pattern concerning with societies’ positive behavior in its spatial using and adaptation to environmentally  around it. Sikka social cultural life pattern based on cultural point, religi and local tradition then forms local wisdom points, such as local wisdom in spatial using and environmental preserve effort, one of which is local wisdom in the utilization of space and maintenance effort in an environment that though ikat woven into cloth. The method used is a method of writing a literature review. Writing results showed that there are values ​​of local wisdom in aspects of social, economic, cultural, and environmental. With the excavation of the values ​​are still relevant local knowledge which is interpreted in the pattern of socio-cultural life of society is expected to support the efforts of maintenance and preservation of the environment in the village of Sikka.

Keywords: local wisdom, spatial using, environmental preserve effort, home adaptation to climate, traditional technological system



PENDAHULUAN
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Gobyah (2003) menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus.
Maumere merupakan kota pelabuhan utama di Kabupaten Sikka yang berada di antara wilayah Flores Tengah dengan Kabupaten Larantuka yang berada di Timur. Kota Maumere  diarahkan sebagai Kota Wisata Budaya dengan penghasil kain tenun ikat. Kain tenun ikat memiliki fungsi sebagai pakaian sehari-hari, kain tenun juga bagian dari adat budaya masyarakat Sikka, seperti mas kawin (belis) dan upacara-upacara adat orang Sikka. Kain tenun biasa dipakai untuk sarung perempuan (utan), sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). Pesan moral edukatif tentang kain tenun dalam adat budaya Sikka adalah Du’a utan(g)ling labu welin(g) “kain sarung dan baju setiap wanita haruslah bernilai berharga.
Namun seiring dengan peningkatan teknologi dan modernisasi, pembuatan kain tenun ini mulai kurang diminati oleh generasi muda khususnya perempuan muda suku Sikka. Hal ini perlu lebih dicermati karena kearifan local tersebut mengandung banyak nilai-nilai yang masih sangat relevan dengan kondisi seperti ini. Seharusnya lebih dilestarikan, diadaptasi, dan dikembangkan menjadi yang lebih baik. Masyarakat luar berbondong-bondong mempelajari tahapan dalam pembuatan kain tenun, sedangkan masyarakat suku Sikka pun kurang antusias dalam menjaga kearifan local tersebut. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka tulisan ini membahas lebih lanjut mengenai nilai-nilai kearifan local khususnya pada kain tenun dalam hubungannya dengan tiga aspek yaitu aspek lingkungan, social dan juga aspek ekonomi serta relevansinya dengan kehidupan masyarakat guna melestarikan dan menjaga keberlanjutan dari kain tenun khas suku Sikka tersebut. Dalam penulisan ini tujuan yang dicapai adalah untuk mengetahui hubungan kain tenun ikat dengan fungsi ekologi serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kearifan local suku Sikka khususnya kain tenun ikat, yang juga digunakan sebagai upaya dalam menjaga eksistensi kain tenun ikat ini sebagai salah satu kearifan local.

METODE PENULISAN
Metode yang diterapkan dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kajian pustaka, Metode kajian pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari literatur, media cetak maupun media internet yang relevan yang dapat memberikan informasi dalam pembuatan tulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
            Pewarisan kekayaan bangsa kepada generasi penerus tidak pernah terprogram secara sistemik. Banyak kegiatan pewarisan yang terlaksana melalui kebiasaan turun-temurun. Tidak pernah ada evaluasi efektivitas jenis dan cara pewarisan yang berlangsung. Semua kegiatan pewarisan berjalan secara alamiah. Hal ini berlangsung sebagai pola meniru kegiatan yang diajarkan guru kepada anak didiknya. Dari kegiatan ini diharapkan agar anak didik yang awalnya meniru kegiatan guru akhirnya bisa mengembangkan lagi hasil kegiatan yang dapat ditirunya. Seperti halnya dalam penenunan yang awalnya hanya diwariskan secara alamiah dari orang tua ke anak-anak serta cucu-cucu mereka kemudian berkembang seiring perkembangan zaman banyak ide pemikiran yang muncul dan dituangkan dalam naskah ilustrasi yang dilukiskan diatas kain tenun ikat.
Tenunan yang dikembangkan oleh setiap suku/ etnis di Nusa Tenggara Timur merupakan seni kerajinan tangan turun-temurun yang diajarkan kepada anak cucu demi kelestarian seni tenun tersebut. Motif tenunan yang dipakai seseorang akan dikenal atau sebagai ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal, setiap orang akan senang dan bangga mengenakan tenunan asal sukunya. Pada suku atau daerah tertentu, corak/motif binatang atau orang-orang lebih banyak ditonjolkan seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang, naga, singa, orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah Selatan banyak menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi daerah-daerah lain corak motif bunga-bunga atau daun-daun lebih ditonjolkan sedangkan corak motif binatang hanya sebagai pemanisnya saja.
Kain tenun atau tekstil tradisional dari Nusa Tenggara Timur secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi seperti sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh, sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat, Sebagai alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin), Sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian, Fungsi hukum adat sbg denda adat utk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu, Dari segi ekonomi sebagai alat tukar, Sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat, Sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu  akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat dan lain-lain, Sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni)
Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat karena dalam proses pembuatannya/ penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal. Tenunan sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat.
Kain tenun ikat merupakan hasil karya perempuan-perempuan suku Sikka yang diolah dengan tangan beserta alat tenunan dan imajinasi dalam pelukisan. Cara pemakaian kain tenun pun bermacam-macam, lain daerah atau suku, bisa berbeda pula cara pemakaiannya. Perempuan suku Sikka di Maumere, Kabupaten Sikka, menggunakan kain sarung sebatas pinggang yang disebut utan. Utan dengan ragam hias yang diberi warna gelap atau hitam disebut utan welak. Penampilan kaum perempuan ini masih dilengkapi tusuk konde dart emas atau perak yang tinggi berbentuk bunga, yang disebut bunga u-e. Kain tenun warna hitam arau gelap hanya dipakai oleh mereka yang telah berumur, sedangkan kaum muda memakai kain tenun dengan warna terang dan menyolok.
Kain tenun ikat ini merupakan warisan kebudayaan yang ada di Flores, dan bertahan terus hingga sekarang. Menurut kepercayaan masyarakat suku Sikka, perempuan-perempuan yang boleh menikah adalah perempuan-perempuan yang mampu menenun dan menghasilkan kain tenun ikat utan dan lippa. Mitos seperti ini juga mengandung filosofi yang jika dicermati akan menjadi suatu pemikiran yang sesuai dengan logika. Pernikahan merupakan suatu proses yang cukup sulit, dapat dihubungkan dengan penenunan yang memerlukan waktu serta ketrampilan khusus. Dari penenunan dapat dilihat bahwa perempuan tersebut mampu bertanggung jawab terhadap diri serta memiliki ketrampilan khusus yang akan mengembangkan potensi dirinya. Hal ini tentu sangat relevan dengan kehidupan manusia.
Demikian pula kain tenun ikat mengandung nilai kearifan local dan juga nilai filosofi yang menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia.Hubungan aspek social yang terkandung dalam kain tenun khas Sikka ini adalah dalam proses pembuatan kain tenun tersebutkan melibatkan banyak orang sehingga menimbulkan interaksi social dengan sesama dimana setiap orang memiliki tugasnya masing-masing ada yang menenun ada yang melakukan pewarnaan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat suku Sikka dimana interaksi yang terjadi lebih dari kehidupan sehari-harinya yang dikarenakan pembuatan kain tenun ikat ini.
Hubungan aspek ekonomi yang terdapat dalam kain tenun ikat khas Sikka adalah dalam pendapatan suatu keluarga dengan menenun seorang perempuan mampu menghasilkan pendapatan sendiri dimana pendapatan tersebut mampu membantu kepala keluarga. Apabila penenunan tidak dilaksanakan kehidupan masyarakat hanya bergantung kepada kepala keluarga yang memiliki pendapatan yang kurang dari cukup. Sehingga kain tenun ikat ini mampu dijadikan sebagai sumber penghasilan.
Selain aspek-aspek tersebut, aspek yang juga sangat dipengaruhi dari pembutan kain tenun ini tentunya dari segi lingkungan. Hubungan dengan lingkungan adalah dimana bahan pembuatan kain tenun khas Sikka ini terbuat dari bahan-bahan alami. Bahan dasar yang digunakan adalah kapas yang dipintal menjadi benang kemudian dilakukan penenunan, kemudian bahan pewarna diperoleh dari bahan alami yang aman dan ramah lingkungan. Warna biru dan hitam diperoleh dari daun nila yang banyak tumbuh liar di Flores. Kuning diperoleh dari pengolahan kunyit dan kulit pohon nangka. Merah dihasilkan dari kemiri, daun pohon dadap dan pohon loba, akar pohon mengkudu serta daun talinbaro. Hijau dihasilkan dari daun kacang dan daun nila. Sedangkan warna coklat menggunakan akar mengkudu dan pohon bakau. Apabila kita cermati lebih mendalam proses tersebut tidak dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan karena semua mengandung bahan alami yang mampu terdaur ulang, sehingga keseimbangan ekosistem pun terjaga.

PENUTUP
Kain tenun ikan utan dan lippa khas suku Sikka ini memiliki tiga aspek yang berhubungan dengan ekologi yaitu aspek social, ekonomi, maupun lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan konsep-konsep budaya lokal salah satunya penenunan Kain Tenun Ikat secara bersama-sama.
Saran yang bisa diberikan adalah pemerintah daerah diharapkan dapat memanfaatkan berbagai kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki daerahnya. Pemerintah daerah diharapkan senantiasa selalu berkoordinasi dengan LSM dan tokoh masyarakat dalam upaya pelestarian kain tenun ikat tersebut.

Daftar Pustaka
Gobyah, I. Ketut (2003) ‘Berpijak Pada Kearifan lokal’, www.balipos.co.id. Diakses pada
              tanggal 9 November 2011
Keraf, S. A., (2002), Etika Lingkungan,Pn. Buku Kompas, Jakarta.
Somawati Erlida. 2011. Budaya. Tersedia pada http : www.kabarberita.com. Diakses pada 
              tanggal 9 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar