FABRIC WEAVING AND BINDING UTAN
LIPPA LOCAL WISDOM SIKKA CULTURE
By
:
Laurensia
Nancy Verawaty
(
Biology Education Studies Program, University of Mahasaraswati Denpasar )
ABSTRACT
Sikka community have uniqueness
social cultural life pattern concerning with societies’ positive behavior in
its spatial using and adaptation to environmentally around it. Sikka social cultural life pattern
based on cultural point, religi and local tradition then forms local wisdom
points, such as local wisdom in spatial using and environmental preserve
effort, one of which is local wisdom
in the utilization of space and maintenance effort
in an environment that though ikat woven
into cloth. The method used is a method of
writing a literature review.
Writing results showed
that there are values
of local wisdom in aspects of social, economic, cultural, and environmental. With
the excavation of the values
are still relevant local knowledge which is interpreted in the pattern of socio-cultural life of society is
expected to support the efforts of
maintenance and preservation of the environment in the village of Sikka.
Keywords: local wisdom,
spatial using, environmental preserve effort, home adaptation to climate, traditional technological system
Kearifan lokal
atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf,
2002). Gobyah (2003) menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebagai
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Bentuk-bentuk
kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan,
adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus.
Maumere merupakan kota pelabuhan utama di
Kabupaten Sikka yang berada di antara wilayah Flores Tengah dengan Kabupaten
Larantuka yang berada di Timur. Kota Maumere diarahkan sebagai Kota Wisata Budaya
dengan penghasil kain tenun ikat. Kain tenun ikat memiliki fungsi
sebagai pakaian sehari-hari, kain tenun juga bagian dari adat budaya masyarakat
Sikka, seperti mas kawin (belis) dan upacara-upacara adat orang Sikka. Kain
tenun biasa dipakai untuk sarung perempuan (utan), sarung pria (lipa) dan ikat
kepala (lensu). Pesan moral edukatif tentang kain tenun dalam adat budaya Sikka
adalah Du’a utan(g)ling labu welin(g) “kain sarung dan baju setiap wanita
haruslah bernilai berharga.
Namun seiring dengan peningkatan
teknologi dan modernisasi, pembuatan kain tenun ini mulai kurang diminati oleh
generasi muda khususnya perempuan muda suku Sikka. Hal ini perlu lebih
dicermati karena kearifan local tersebut mengandung banyak nilai-nilai yang
masih sangat relevan dengan kondisi seperti ini. Seharusnya lebih dilestarikan,
diadaptasi, dan dikembangkan menjadi yang lebih baik. Masyarakat luar
berbondong-bondong mempelajari tahapan dalam pembuatan kain tenun, sedangkan
masyarakat suku Sikka pun kurang antusias dalam menjaga kearifan local
tersebut. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka tulisan ini membahas lebih
lanjut mengenai nilai-nilai kearifan local khususnya pada kain tenun dalam
hubungannya dengan tiga aspek yaitu aspek lingkungan, social dan juga aspek
ekonomi serta relevansinya dengan kehidupan masyarakat guna melestarikan dan
menjaga keberlanjutan dari kain tenun khas suku Sikka tersebut. Dalam penulisan
ini tujuan yang dicapai adalah untuk mengetahui
hubungan kain tenun ikat dengan fungsi ekologi serta memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai kearifan local suku Sikka khususnya kain tenun ikat,
yang juga digunakan sebagai upaya dalam menjaga eksistensi kain tenun ikat ini
sebagai salah satu kearifan local.
METODE
PENULISAN
Metode
yang diterapkan dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kajian pustaka,
Metode kajian pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis dari
literatur, media cetak maupun media internet yang relevan yang dapat memberikan
informasi dalam pembuatan tulisan ini.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pewarisan kekayaan bangsa kepada
generasi penerus tidak pernah terprogram secara sistemik. Banyak kegiatan
pewarisan yang terlaksana melalui kebiasaan turun-temurun. Tidak pernah ada
evaluasi efektivitas jenis dan cara pewarisan yang berlangsung. Semua kegiatan
pewarisan berjalan secara alamiah. Hal ini berlangsung sebagai pola meniru
kegiatan yang diajarkan guru kepada anak didiknya. Dari kegiatan ini diharapkan
agar anak didik yang awalnya meniru kegiatan guru akhirnya bisa mengembangkan
lagi hasil kegiatan yang dapat ditirunya. Seperti halnya dalam penenunan yang
awalnya hanya diwariskan secara alamiah dari orang tua ke anak-anak serta
cucu-cucu mereka kemudian berkembang seiring perkembangan zaman banyak ide
pemikiran yang muncul dan dituangkan dalam naskah ilustrasi yang dilukiskan
diatas kain tenun ikat.
Tenunan
yang dikembangkan oleh setiap suku/ etnis di Nusa Tenggara Timur merupakan seni
kerajinan tangan turun-temurun yang diajarkan kepada anak cucu demi kelestarian
seni tenun tersebut. Motif tenunan yang dipakai seseorang akan dikenal atau
sebagai ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal, setiap orang
akan senang dan bangga mengenakan tenunan asal sukunya. Pada suku atau daerah
tertentu, corak/motif binatang atau orang-orang lebih banyak ditonjolkan
seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang, naga, singa,
orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah Selatan
banyak menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi
daerah-daerah lain corak motif bunga-bunga atau daun-daun lebih ditonjolkan
sedangkan corak motif binatang hanya sebagai pemanisnya saja.
Kain
tenun atau tekstil tradisional dari Nusa Tenggara Timur secara adat dan budaya memiliki
banyak fungsi seperti sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi
tubuh, sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat, Sebagai
alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin), Sebagai alat penghargaan
dan pemberian dalam acara kematian, Fungsi hukum adat sbg denda adat utk
mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu, Dari segi ekonomi sebagai
alat tukar, Sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat, Sebagai mitos,
lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu akan
melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat dan lain-lain, Sebagai
alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni)
Dalam
masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik keluarga
yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat karena dalam
proses pembuatannya/ penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi
penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal. Tenunan
sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya,
termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat
pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat.
Kain
tenun ikat merupakan hasil karya perempuan-perempuan suku Sikka yang diolah
dengan tangan beserta alat tenunan dan imajinasi dalam pelukisan. Cara
pemakaian kain tenun pun bermacam-macam, lain daerah atau suku, bisa berbeda
pula cara pemakaiannya. Perempuan suku Sikka di Maumere, Kabupaten Sikka,
menggunakan kain sarung sebatas pinggang yang disebut utan. Utan
dengan ragam hias yang diberi warna gelap atau hitam disebut utan welak.
Penampilan kaum perempuan ini masih dilengkapi tusuk konde dart emas atau perak
yang tinggi berbentuk bunga, yang disebut bunga u-e. Kain tenun warna
hitam arau gelap hanya dipakai oleh mereka yang telah berumur, sedangkan kaum
muda memakai kain tenun dengan warna terang dan menyolok.
Kain
tenun ikat ini merupakan warisan kebudayaan yang ada di Flores, dan bertahan
terus hingga sekarang. Menurut kepercayaan masyarakat suku Sikka, perempuan-perempuan
yang boleh menikah adalah perempuan-perempuan yang mampu menenun dan
menghasilkan kain tenun ikat utan dan lippa. Mitos seperti ini juga mengandung
filosofi yang jika dicermati akan menjadi suatu pemikiran yang sesuai dengan
logika. Pernikahan merupakan suatu proses yang cukup sulit, dapat dihubungkan
dengan penenunan yang memerlukan waktu serta ketrampilan khusus. Dari penenunan
dapat dilihat bahwa perempuan tersebut mampu bertanggung jawab terhadap diri serta
memiliki ketrampilan khusus yang akan mengembangkan potensi dirinya. Hal ini
tentu sangat relevan dengan kehidupan manusia.
Demikian
pula kain tenun ikat mengandung nilai kearifan local dan juga nilai filosofi
yang menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia.Hubungan aspek social
yang terkandung dalam kain tenun khas Sikka ini adalah dalam proses pembuatan
kain tenun tersebutkan melibatkan banyak orang sehingga menimbulkan interaksi
social dengan sesama dimana setiap orang memiliki tugasnya masing-masing ada
yang menenun ada yang melakukan pewarnaan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat suku Sikka dimana interaksi yang terjadi lebih dari
kehidupan sehari-harinya yang dikarenakan pembuatan kain tenun ikat ini.
Hubungan
aspek ekonomi yang terdapat dalam kain tenun ikat khas Sikka adalah dalam
pendapatan suatu keluarga dengan menenun seorang perempuan mampu menghasilkan
pendapatan sendiri dimana pendapatan tersebut mampu membantu kepala keluarga.
Apabila penenunan tidak dilaksanakan kehidupan masyarakat hanya bergantung
kepada kepala keluarga yang memiliki pendapatan yang kurang dari cukup.
Sehingga kain tenun ikat ini mampu dijadikan sebagai sumber penghasilan.
Selain
aspek-aspek tersebut, aspek yang juga sangat dipengaruhi dari pembutan kain
tenun ini tentunya dari segi lingkungan. Hubungan dengan lingkungan adalah
dimana bahan pembuatan kain tenun khas Sikka ini terbuat dari bahan-bahan
alami. Bahan dasar yang digunakan adalah kapas yang dipintal menjadi benang
kemudian dilakukan penenunan, kemudian bahan pewarna diperoleh dari bahan alami
yang aman dan ramah lingkungan. Warna biru dan hitam diperoleh dari daun nila
yang banyak tumbuh liar di Flores. Kuning diperoleh dari pengolahan kunyit dan
kulit pohon nangka. Merah dihasilkan dari kemiri, daun pohon dadap dan pohon
loba, akar pohon mengkudu serta daun talinbaro. Hijau dihasilkan dari daun
kacang dan daun nila. Sedangkan warna coklat menggunakan akar mengkudu dan
pohon bakau. Apabila kita cermati lebih mendalam proses tersebut tidak dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan karena semua mengandung bahan alami yang mampu terdaur
ulang, sehingga keseimbangan ekosistem pun terjaga.
PENUTUP
Kain tenun ikan
utan dan lippa khas suku Sikka ini memiliki tiga aspek yang berhubungan dengan
ekologi yaitu aspek social, ekonomi, maupun lingkungan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan memanfaatkan konsep-konsep budaya lokal salah satunya
penenunan Kain Tenun Ikat secara bersama-sama.
Saran yang bisa
diberikan adalah pemerintah daerah diharapkan dapat memanfaatkan berbagai
kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki daerahnya. Pemerintah
daerah diharapkan senantiasa selalu berkoordinasi dengan LSM dan tokoh
masyarakat dalam upaya pelestarian kain tenun ikat tersebut.
Daftar Pustaka
tanggal 9 November 2011
Keraf,
S. A., (2002), Etika Lingkungan,Pn. Buku Kompas, Jakarta.
Somawati Erlida. 2011. Budaya. Tersedia pada http
: www.kabarberita.com. Diakses pada
tanggal 9 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar